Senin, 26 November 2012

Pencerahan: Antara Kata dan Perbuatan



Munafik


Sebuah ruangan penuh sesak dengan wanita-wanita tua. Rupanya ada semacam agama atau sekte baru. Seseorang – hanya mengenakan serban dan cawat saja – maju ke depan. Ia berbicara dengan penuh semangat tentang kuasa budi atas materi, 
jiwa atas raga.

Semua orang mendengarkan dengan terpukau. Pembicara itu lalu kembali ke tempatnya persis di hadapanku. 

Orang yang duduk di sampingnya berpaling sambil bertanya cukup keras, “Apakah Saudara sungguh percaya akan apa yang Saudara katakan tadi, yakni bahwa badan sama sekali tidak merasakan apa-apa, bahwa semua itu hanya pikiran saja dan bahwa pikiran dapat dipengaruhi secara sadar oleh kehendak?”

Si munafik menjawab dengan yakin, “Tentu saja aku percaya!”

“Kalau begitu,” kata orang di sisinya, “Maukah Saudara bertukar tempat dengan saya? Saya masuk angin duduk di sini!”


Kerap kali aku berusaha dengan sekuat tenaga untuk mempraktekkan apa yang aku kotbahkan.

Seandainya aku membatasi diri dan hanya mengkotbahkan apa yang aku praktekkan, maka aku tidak begitu munafik lagi.

by: Anthony de Mello, Burung Berkicau

Santo Yakobus dari Persia, martir



Santo Yakobus dari Persia, martir


Yakobus dari Beth-Lapeta, Persia (sekarang: Iran) lahir pada akhir abad keempat. Beliau seorang bangsawan kristen kaya raya dan berpangkat tinggi di dalam Kerajaan Persia sebagai penasehat raja. Tetapi kebesarannya ini justru kemudian mendatangkan kecelakaan atas dirinya. Ketika raja mulai menganiaya orang-orang kristen, Yakobus mengkhianati imannya dengan maksud supaya terlindung dari bahaya mati dan terus hidup terjamin. Namun istri serta ibunya tetap setia kepada Kristus. Dengan terus terang mereka menegur Yakobus dan menunjukkan kesalahannya. Meskipun sejak itu mereka segan bergaul dengannya, namun karena terdorong oleh cinta kasih sejati, mereka tetap mendoakan agar hatinya berbalik lagi kepada Kristus.

Demikianlah akhirnya, oleh sinar cahaya rahmat ilahi yang menembusi hatinya yang tegar dan keras, Yakobus kembali kepada Tuhan. Semenjak itu ia tidak pernah lagi pergi ke istana bahkan dengan berani meletakkan jabatannya yang tinggi itu. Perubahan sikapnya itu tak dibiarkan begitu saja oleh raja. Yakobus dipanggil lalu dimintai pertanggungjawabannya tentang sikapnya itu. Ia menyatakan secara tegas bahwa ia seorang kristen yang tidak boleh bekerja sama dengan raja yang lalim. Maka murkalah raja, lalu segera memanggil pembesar-pembesar kerajaan dan hakim-hakim untuk menentukan hukuman yang tepat atas orang-orang kristen.

Tuduhan yang dikemukakan ialah bahwa orang-orang kristen menghina dan tidak mau menyembah dewa-dewi nasional. Oleh karena itu, hukuman mati pantas dijatuhkan atas mereka termasuk Yakobus. Anggota badan Yakobus dipotong-potong. Menyaksikan hukuman mati yang dijatuhkan kepada Yakobus, orang-orang kristen tak putus-putusnya berdoa agar Yakobus dapat bertahan dan berkajang dalam menahan sengsara yang ditimpakan kepadanya. Doa mereka itu dikabulkan. Yakobus dengan gembira dan tersenyum menanggung penderitaan itu. Ia bahkan mengucap syukur kepada Allah karena boleh turut serta menanggung penderitaan dan sengsara Kristus. Yakobus mati sebagai martir Kristus pada tahun 421.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Minggu, 25 November 2012

Kisah Inspiratif: Kebencian dan Kebahagiaan



JENDELA


Dua pria yang sedang sakit serius menempati satu ruangan di rumah sakit yang sama. Salah satu pria diperbolehkan untuk duduk di tempat tidurnya selama satu jam dalam sehari untuk mengeluarkan cairan di paru-parunya. Kasurnya berada di sebelah jendela satu-satunya di ruangan itu. Pria yang satu lagi menghabiskan waktunya hanya telentang di kasur.

Mereka saling bercerita setiap saat. Mereka berbicara tentang istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka dalam militer, ke mana mereka berlibur. Dan setiap siang ketika pria yang berada di dekat jendela dapat duduk, dia akan menceritakan segala yang ia lihat di luar jendela kepada temannya. 

Pria yang berada di kasur satunya akan merasa bahwa dunianya diperluas dan dimeriahkan oleh segala aktivitas dan warna dunia luar. Dari jendela terlihat sebuah taman dengan danau yang cantik, kata pria yang berada di dekat jendela. Bebek dan angsa bermain di air sementara anak-anak bermain dengan kapal mainan. Para pecinta bergandengan tangan di tengah warna-warni bunga. Pohon tua besar menghiasi pemandangan, dari jauh terlihat pemandangan kota yang menarik. Saat pria yang berada di dekat jendela menggambarkan semua itu dengan detil, pria yang berada di sisi yang lain akan menutup mata dan membayangkan suasana itu.

Di suatu siang... 
Pria yang berada di dekat jendela menggambarkan sebuah parade yang sedang lewat. Meskipun tidak bisa mendengar apapun, ia dapat melihat lewat mata pikirannya saat pria yang berada di dekat jendela melukiskan dengan detil lewat kata-katanya. Tiba-tiba, sebuah pikiran memasuki kepalanya: Mengapa harus ia yang selalu mendapatkan kesenangan melihat segalanya di saat diriku tidak pernah melihat apapun? Itu tidak adil. Awalnya ia merasa malu punya pikiran seperti itu. Namun saat hari terus berlalu dan semakin banyak pemandangan yang terlewatkan, rasa iri hati itu mulai berubah menjadi kebencian. Ia mulai merenung dan sulit untuk tidur. Ia seharusnya yang berada di dekat jendela - dan pikiran itu sekarang mengendalikan hidupnya.

Di suatu malam yang larut... 
Saat ia sedang menatap langit-langit, pria yang berada di dekat jendela tiba-tiba terbatuk. Pria itu tersedak oleh cairan yang berada di paru-parunya. Pria yang lain melihat dalam ruangan yang remang-remang saat pria di dekat jendela meraba-raba tombol untuk meminta bantuan. Mendengar dari sisi yang lain, ia tidak bergerak, tidak memencet tombolnya sendiri yang akan membawa perawat berlari ke ruangan itu. Dalam waktu kurang dari lima menit, suara batuk dan tersedak itu berhenti, bersama dengan suara nafasnya. Sekarang, hanya ada keheningan--keheningan yang mematikan.

Pada keesokan paginya... 
Perawat datang membawa air untuk mandi. Ketika ia menemukan tubuh yang tak bernyawa lagi di dekat jendela, ia merasa sedih dan memanggil petugas rumah sakit untuk dibawa-- tanpa kata-kata. Sesudah merasa pantas, pria itu bertanya jika ia bisa pindah ke dekat jendela. Si perawat merasa senang untuk melakukan pertukaran dan sesudah ia memastikan pria itu merasa nyaman, ia meninggalkannya sendiri.

Pelan-pelan, sambil menahan rasa sakit, ia bersandar dengan satu sikunya untuk melihat keluar pertama kali. Akhirnya, ia akan mendapatkan kegembiraan bisa melihat semuanya sendiri. Ia menggeliat pelan-pelan untuk melihat ke luar jendela di samping tempat tidurnya. Yang ia lihat hanyalah tembok kosong.

Moral cerita:
Mengejar kebahagiaan hanyalah masalah pilihan... Kebahagiaan adalah sikap positif yang secara sadar kita pilih untuk kita ekspresikan. Kebahagiaan bukanlah sebuah hadiah yang dikirimkan di depan pintu kita setiap pagi, bukan juga datang lewat jendela. dan aku yakin bahwa keadaan kita hanyalah bagian kecil yang membuat kita bahagia. Jika kita hanya menunggu keadaan menjadi benar, kita tidak akan pernah menemukan kebahagiaan itu.
Mengejar kebahagiaan adalah sebuah perjalanan batin. Pikiran kita itu seperti program, menunggu kode-kode yang menentukan tindakan kita; seperti brankas bank menunggu apa yang kita simpan. Jika kita secara teratur menyimpan pikiran positif, membesarkan hati, dan semangat, jika kita terus menggigit bibir kita sebelum kita mulai menggerutu dan mengeluh, jika kita menghilangkan pikiran negatif yang tampak tidak berbahaya saat mulai tumbuh, kita akan menemukan bahwa banyak hal yang bisa membuat kita bergembira.

Santo yohanes berchmans, pengaku iman



Santo yohanes berchmans, pengaku iman


Yohanes Berchmans lahir di kota Diest, Belgia Tengah, pada 13 Maret 1599. Ayahnya yang tukang kayu itu bercita-cita agar Yohanes Berchmans kelak menjadi orang yang berpangkat tinggi dan masyhur namanya. Dalam sikapnya yang tenang laksana air jernih tak beriak, Yohanes Berchmans bercita-cita menuntut ilmu setinggi-setingginya. Ia mendapat pelajaran bahasa Latin  dari Peter Emerich. Imam ini sering mengajaknya ke biara dan pastoran. Pengalaman inilah yang mempengaruhi cita-citanya di kemudian hari, yaitu menjadi seorang imam. Tetapi karena perusahaan ayahnya mengalami kemunduran hebat dan ibunya sakit keras, ia dipanggil pulang ke rumah agar bisa membantu ayahnya dalam memperbaiki keadaan ekonomi keluarga. Ayahnya memutuskan untuk menghentikan studinya.

Mendengar keputusan ayahnya ia diam tertegun sambil merenungkan nasibnya di kemudia hari. Ia lalu memutuskan untuk melanjutkan studinya atas tanggungan pribadi dan berjanji untuk makan roti kering saja dan hidup sederhana, asal cita-citanya tercapai. Ayahnya mengalah. Sambil mengikuti pelajaran di sebuah kolese umum, ia bekerja sebagai pelayan di gereja Katedral untuk memperoleh nafkahnya. Berkat kecerdasan serta kemauannya yang keras ia selalu lulus dalam ujian dengan nilai yang gemilang. Ia bahkan selalu menjadi juara kelas. Teman-temannya sangat baik dan sayang padanya karena tabiatnya yang tenang dan periang. Kegemarannya adalah menjadi pelakon dalam setiap drama yang dipertunjukkan sekolah.

Ketika menginjak tahun terakhir studinya, yaitu tahun retorika, ia pindah ke Kolese Yesuit di Malines pada tahun 1615. Hal yang menarik dia ke sana ialah semangat perjuangan dan kemartiran para misionaris Yesuit di Inggris. Tahun 1616, setelah mengalahkan ketegaran hati ayahnya, ia masuk novisiat Yesuit dan setahun kemudian ia dikirim ke Roma untuk melanjutkan studinya di sana. Dari sana ia mengirim surat kepada orang tuanya, “Dengan rendah hati aku berdoa untuk ayah dan ibu. Dan dengan segenap kasih sayangku dan cintaku... saya ucapkan ‘selamat datang dan selamat tinggal’ kepada kalian, karena kalian mempersembahkan kembali aku, puteramu, kepada Tuhan, Dia yang telah memberikan aku kepada kalian.”

Sebagai novis, Yohanes Berchmans sangat mengagumkan. Hidup asketik dan tulisan-tulisan rohaninya sangat mendalam, sempurna, seperti tampak di dalam kalimat, “Menabung banyak harta dalam bejana yang kecil.” Sekali peristiwa ia membaca riwayat hidup Santo Aloysius. Pedoman yang diambilnya dari Aloysius adalah: “Jika saya tidak jadi orang suci di masa mudaku, maka tak pernah aku akan menjadi demikian.” Tuhan memberinya waktu tiga tahun untuk mencapai apa yang diidamkannya. Dua hari sebelum pesta Santa Maria Diangkat ke Surga, 15 Agustus 1621, ia meninggal dunia dalam usia 22 tahun.

Meskipun dia meninggal dalam usia yang begitu muda, namun ia dinyatakan ‘kudus’ oleh Gereja karena ia menyempurnakan diri dengan melaksanakan tugas-tugas hariannya dengan sangat baik. Ia berhasil mencapai cita-citanya: menjadi seorang biarawan yang tekun melaksanakan tugas-tugas yang sederhana dengan sempurna penuh tanggung jawab, riang dan senang hati demi cinta akan Tuhan. Yohanes Berchmans menjadi contoh teladan dan pelindung para pelajar.

Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun

Sabtu, 24 November 2012

Dokumen Konsili Vatikan II: Konstitusi Dogmatis Wahyu Ilahi



Sambungan Minggu Lalu.....
BAB TIGA
ILHAM ILAHI KITAB SUCI DAN PENAFSIRAN


11. (Fakta ilham dan kebenaran Kitab suci)
Yang diwahyukan oleh Allah dan yang termuat serta tersedia dalam Kitab Suci telah ditulis dengan ilham Roh Kudus. Sebab Bunda Gereja yang kudus, berdasarkan iman para Rasul, memandang Kitab-kitab Perjanjian Lama maupun Baru secara keseluruhan, beserta semua bagian-bagiannya, sebagai buku-buku yang suci dan kanonik, karena ditulis dengan ilham Roh Kudus (lih. Yoh 20:31; 2Tim 3:16; 2Ptr 1:19-21; 3:15-16), dan mempunyai Allah sebagai pengarangnya, serta dalam keadaannya demikian itu diserahkan kepada Gereja.[17]Tetapi dalam mengarang kitab-kitab suci itu Allah memilih orang-orang, yang digunakan-Nya sementara mereka memakai kecakapan dan kemampuan mereka sendiri,[18]supaya – sementara Dia berkarya dalam dan melalui mereka,[19]- semua itu dan hanya itu yang dikehendaki-Nya sendiri dituliskan oleh mereka sebagai pengarang yang sungguh-sungguh.[20]

Oleh sebab itu, karena segala sesuatu, yang dinyatakan oleh para pengarang yang ilhami atau hagiograf(penulis suci), harus dipandang sebagai pernyataan Roh Kudus, maka harus diakui, bahwa buku-buku Alkitab mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan kebenaran, yang oleh Allah dikehendaki supaya dicantumkan dalam kitab-kitab suci demi keselamatan kita.[21]Oleh karena itu “seluruh Alkitab diilhami oleh Allah dan berguna untuk mengajar, meyakinkan, menegur dan mendidik dalam kebenaran: supaya manusia (hamba) Allah menjadi sempurna, siap sedia bagi segala pekerjaan yang baik” (2Tim 3:16-17 yun).

12. (Bagaimana Kitab suci harus ditafsirkan)
Adapun karena Allah dalam Kitab suci bersabda melalui manusia secara manusia,[22] maka untuk menangkap apa yang oleh Allah akan disampaikan kepada kita penafsir Kitab Suci harus menyelidiki dengan cermat, apa yang sebenarnya mau disampaikan oleh para penulis suci, dan apa yang mau ditampakkan oleh Allah dengan kata juga “jenis-jenis sastra”. Sebab dengan cara yang berbeda-beda kebenaran dikemukakan dan diungkapkan dalam nas-nas yang dengan aneka cara bersifat historis, atau profetis, atau poetis, atau dengan jenis sastra lainnya. Selanjutnya penafsiran harus mencari arti, yang hendak diungkapkan dan ternyata jadi diungkapkan oleh pengarang suci dalam keadaan tertentu, sesuai dengan situasi jamannya dan kebudayaannya, melalui jenis-jenis sastra yang ketika itu digunakan.[23]Sebab untuk mengerti dengan seksama apa yang oleh pengarang suci hendak dinyatakan dengan tulisannya, perlu benar-benar diperhatikan baik cara-cara yang lazim dipakai oleh orang-orang pada zaman pengarang itu dalam merasa, berbicara atau bercerita, maupun juga cara-cara yang pada zaman itu biasanya dipakai dalam pergaulan antar manusia.[24]

Akan tetapi Kitab Suci ditulis dalam Roh Kudus dan harus dibaca dan ditafsirkan Roh itu juga.[25]Maka untuk menggali dengan tepat arti nas-nas suci, perhatian yang sama besarnya harus diberikan kepada isi dan kesatuan seluruh Alkitab, dengan mengindahkan Tradisi hidup seluruh Gereja serta analogi iman. Merupakan kewajiban para ahli Kitab suci: berusaha menurut norma-norma itu untuk semakin mendalam memahami dan menerangkan arti Kitab Suci, supaya seolah-oleh berkat penyelidikan yang disiapkan keputusan Gereja menjadi lebih masak. Sebab akhirnya semua yang menyangkut cara menafsirkan Alkitab itu berada di bawah keputusan Gereja, yang menunaikan tugas serta pelayanan memelihara dan menafsirkan sabda Allah.[26]

13. (Turunnya Allah)
Jadi dalam Kitab Suci – sementara kebenaran dan kesucian Allah tetap dipertahankan – nampaklah “turunnya” Kebijaksanaan yang menakjubkan, “supaya kita mengenal kebaikan Allah yang tak terperikan, dan betapa Ia melunakkan bahasa-Nya, dengan memperhatikan serta mengindahkan kodrat kita.”[27]Sebab sabda Allah, yang diungkapkan dengan bahasa manusia, telah menyerupai pembicaraan manusiawi, seperti dulu Sabda Bapa yang kekal, dengan mengenakan daging kelemahan manusiawi, telah menjadi serupa dengan manusia.

Bersambung Minggu Depan....

[17]Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis tentang iman katolik, bab 2 tentang wahyu: DENZ. 1787 (3006). Komisi Kitab suci, Dekrit 18 Juni 1915: DENZ. 2180 (3629); Enchiridion Biblicum 420. S.S.C.S. OFFICII (Kongregasi Ofisi), surta 22 Desember 1923: Ench. Bibl. 449.
[18]Lih. PIUS XII, Ensiklik Divino afflante Spiritu, 30 September 1943: AAS 35 (1943) hlm. 314; Ench. Bibl. 556.
[19]“Dalam dan melalui manusia”: lih. Ibr 1:1 dan 4:7 (“dalam”); 2Sam 23:2; Mat 1:22 dan beberapa di tempat lain (“melalui”); KONSILI VATIKAN I: Skema tentang ajaran katolik, catatan 9: Coll. Lac. VII, 522.
[20] LEO XIII, Ensiklik Providentissimus Deus, 18 November 1893: DENZ. 1952 (3293); Ench. Bibl. 125.
[21]Lih. S. AGUSTINUS, Gen. Ad Litt. 2,9,20: PL 34, 270-271; Surat 82,3: PL 33,277: CSEL. 34,2 hlm. 354. S. TOMAS, Tentang kebenaran, soal 12 art. 2 C. KONSILI TRENTE, Sidang IV tentang kitab-kitab kanonik: DENZ. 783 (1501). LEO XIII, Ensiklik Providentissimus Deus, Ench. Bibl. 121, 124, 126-127. PIUS XII, Ensiklik Divino afflante: Ench. Bibl. 539.
[22] S. AGUSTINUS, Tentang kota Allah, XVII,6,2: PL 41,537: CSEL XL, 2,228.
[23] S. AGUSTINUS, Tentang ajaran kristiani, III, 18,26: PL 34, 75-76.
[24] PIUS XII, ditempat yang telah dikutib: DENZ. 2294 (3829-3830); Ench. Bibl. 557-562.
[25]Lih. BENEDIKTUS XV, Ensiklik Spiritus Paraclitus, 15 September 1920: Ench. Bibl. 469. S. HIRONIMUS, Tentang Gal 5:19-21: PL 26,417A.
[26] Lih. KONSILI VATIKAN I, Konstitusi dogmatis tentang iman katolik, bab 2 tentang wahyu: DENZ. 1788 (3007).
[27]S. YOHANES KRISOSTOMUS, Tentang Kej 3,8 (homili 17,1): PG 53,134: “Melunakkan” dalam  bahasa Yunani“synkatabasis”.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India