Renungan HR Kelahiran Yohanes Pembaptis

Pekan Biasa XII B/II
Bac I       : Yes 49: 1 – 6 ; Bac I   : Kis 13: 22 – 26
Injil            : Luk 1: 57 – 66, 80

Sabda Tuhan hari ini berbicara soal kelahiran Yohanes Pembaptis. Oleh karena itulah fokus renungan ini ada pada peristiwa kelahiran Yohanes Pembaptis ini.
Yang menarik untuk direnungkan adalah pernyataan tegas dari Elisabet, "Jangan, ia harus dinamai Yohanes." Mengapa pernyataan ini menarik untuk direnungkan?
Pernyataan ini mau menggambarkan keberanian seorang perempuan untuk bersuara. Dia menyuarakan kebenaran. Tentulah hal ini unik, mengingat Bangsa Israel memandang rendah kaum perempuan. Suara kaum Hawa ini kurang sekali didengar. Dan karena itu mereka jarang bersuara.
Namun di sini Elisabet bersuara. Ia menyatakan kebenaran, walau harus melawan tradisi yang ada. Anak itu harus diberi nama Yohanes, meski tak ada di antara sanak saudaranya yang bernama demikian. Itulah tradisinya. Tapi tradisi itu dilawan demi sebuah kebenaran dan tanggung jawab. Elisabet merasa bertanggung jawab atas kelahiran anaknya. Tanggung jawab itu bukan ada pada orang lain, baik keluarga dekat atau keluarga jauh atau instansi tertentu, melainkan dirinya sendiri. Ini anaknya. Pada titik inilah terlihat bahwa Elisabet merupakan seorang pemberani dalam usaha membaharui tradisi.
Tak kalah menarik adalah pernyataan Zakaria, suami Elisabet. Dia yang sebelumnya bisu kini bisa berkata-kata, "Namanya adalah Yohanes." Dia mendukung keputusan istrinya.
Zakaria dan Elisabet merupakan orang-orang yang berani bertanggung jawab. Mereka tahu kepada siapa mereka harus bertanggung jawab. Tanggung jawab itu bukan dialamatkan kepada orang lain melainkan kepada Allah, sang Pemberi. Karena anak itu memang berasal dari Allah. Bahkan nama anak itu pun berasal dari Allah. Artinya, anak itu merupakan titipan Allah pada keluarga Zakaria dan Elisabet, karena anak itu adalah alat Tuhan untuk "membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan Allah mereka." Jadi, Tuhan memberi kepercayaan kepada mereka untuk merawat, membesarkan dan mengasuh anaknya.
Apa pesan dari peristiwa ini?
Pada hari raya kelahiran Yohanes Pembaptis ini kita mendapat teladan dari Elisabet dan juga dari pasutri ini. Dari Elisabet kita diajak untuk berani menyuarakan kebenaran, sekalipun suara kita itu bertentangan dengan tradisi kebiasaan lama. Alangkah lebih baik kita membuat sejarah baru demi kebaikan dan kemajuan daripada mempertahankan sejarah lama tapi menghambat kemajuan dan kebaikan. Kita manusia adalah makhluk sejarah.
Bagi pasangan suami isteri, teladan pasangan Elisabet dan Zakaria dapat dijadikan contoh hidup. Mereka berdua seiya sekata dalam menyuarakan kebenaran. Mereka berdua sama-sama berjuang melawan tradisi kebiasaan lama. Mereka sadar bahwa anak itu adalah tanggung jawab mereka berdua, bukan siapa-siapa.
by: adrian


Post a Comment

أحدث أقدم