Munafik
Sebuah ruangan penuh sesak dengan wanita-wanita tua. Rupanya ada semacam agama atau sekte baru. Seseorang – hanya mengenakan serban dan cawat saja – maju ke depan. Ia berbicara dengan penuh semangat tentang kuasa budi atas materi,
jiwa atas raga.
jiwa atas raga.
Semua orang mendengarkan dengan terpukau. Pembicara itu lalu kembali ke tempatnya persis di hadapanku.
Orang yang duduk di sampingnya berpaling sambil bertanya cukup keras, “Apakah Saudara sungguh percaya akan apa yang Saudara katakan tadi, yakni bahwa badan sama sekali tidak merasakan apa-apa, bahwa semua itu hanya pikiran saja dan bahwa pikiran dapat dipengaruhi secara sadar oleh kehendak?”
Orang yang duduk di sampingnya berpaling sambil bertanya cukup keras, “Apakah Saudara sungguh percaya akan apa yang Saudara katakan tadi, yakni bahwa badan sama sekali tidak merasakan apa-apa, bahwa semua itu hanya pikiran saja dan bahwa pikiran dapat dipengaruhi secara sadar oleh kehendak?”
Si munafik menjawab dengan yakin, “Tentu saja aku percaya!”
“Kalau begitu,” kata orang di sisinya, “Maukah Saudara bertukar tempat dengan saya? Saya masuk angin duduk di sini!”
Kerap kali aku berusaha dengan sekuat tenaga untuk mempraktekkan apa yang aku kotbahkan.
Seandainya aku membatasi diri dan hanya mengkotbahkan apa yang aku praktekkan, maka aku tidak begitu munafik lagi.
Posting Komentar