Santo Leo agung, Paus & Pujangga Gereja
Sebagai paus, Leo Agung dikenal juga sebagai Leo I. Ia lahir di Tuscany, Italia, dari sebuah keluarga bangsawan kaya. Ia diangkat menggantikan Paus Sixtus III (432 – 440) dan dinobatkan pada 29 September 440. Ketika terpilih menjadi paus, ia sedang menjalankan suatu misi diplomatik di Gaul (sekarang : Perancis) atas permintaan Kaisar Valentinianus III. Misi itu ialah mendamaikan Aetius dan Albinus, dua jenderal kekaisaran yang bertikai sehingga melemahkan pertahanan bangsa Perancis melawan serangan bangsa Barbar. Pengangkatan dirinya menjadi paus sungguh mengejutkan karena pada waktu itu ia masih berstatus Diakon Agung di dioses Roma.
Ia segera menunjukkan bakat dan kemampuannya memimpin Gereja, dengan mengambil tindakan keras terhadap bidaah-bidaah yang berkembang pada masa itu: pelagianisme, Manicheisme, Priscillianisme dan Monofisitisme. Leo benar-benar menghadirkan kembali sosok Rasul Petrus yang pernah dengan pedangnya membela Yesus di taman Getzemani. Leo menghadapi semua serangan terhadap ajaran iman yang benar dan serangan terhadap kota Roma dengan kesucian dan kefasihan lidahnya. Raja Atilla dan Genserik tak berdaya menghadapinya.
Pada tahun 442, Leo menghadapi masalah-masalah serius di dalam diosesnya, khususnya di Aquileia, Italia. Di sana ada beberapa pengikut Pelagius – seorang rahib Inggris yang menyebarkan ajarat sesat Pelagianisme – berniat kembali ke pangkuan Gereja namun tidak sudi melepaskan ajaran sesat yang telah dianutnya. Hal ini sangat merisaukan Leo karena di antara ajarannya yang lain, Pelagius dengan tegas menolak pentingnya rahmat Allah bagi keselamatan. Menghadapi hal itu, Paus Leo menuntut agar semua pengikut Pelagianisme yang mau kembali ke pangkuan Gereja harus membuat pengakuan umum akan iman katolik di hadapan sinode pada uskup di wilayahnya dan secara terbuka menolak Pelagianisme.
Selanjutnya Leo menghadapi lagi aliran Manicheisme, yang mengajarkan adanya dualisme antara prinsip kebaikan dan kejahatan. Hidup manusia di dunia ini merupakan suatu pertentangan kekal antara kedua prinsip itu; semua hal duniawi, termasuk tubuh manusia, adalah jahat pada dirinya. Ditumpangi oleh bangsa Vandal yang suka berperang, banyak penganut Manicheisme bermigrasi dari Kartago ke Italia dan menetap di Roma. Menghadapi bahaya aliran sesat ini maka pada tahun 443 Paus Leo menggalakkan kampanye menentang pada penganut Manicheisme itu. Ia didukung oeh Kaisar Valentinianus III. Banyak penganut aliran itu kemudian bertobat dan kembali ke pangkuan Gereja.
Di luar Roma, paus khawatir akan bahaya bangkitnya kembali ajaran sesat Priscilianisme di Spanyol yang dalam beberapa hal sama dengan Manicheisme. Aliran itu mengajarkan bahwa unsur manusiawi dan unsur duniawi sama-sama merupakan hasil prinsip kejahatan dan bahwa hanya unsur ilahi sajalah yang baik. Sebagai jawaban terhadap seruan paus, para uskup Spanyol menyelenggarakan sinode untuk menghukum aliran sesat Priscillianisme di Spanyol.
Paus juga menyerang aliran sesat Monofisitisme yang mengajarkan bahwa Kristus hanya mempunya satu kodrat, yaitu kodrat ilahi. Ajaran ini menentang dogma tentang Kristus, Pribadi Ilahi yang mempunyai dua kodrat, Allah sekaligus manusia. aliran inilah yang menyebabkan krisis doktrinal paling besar dalam masa kepemimpinan Leo. Aliran ini berkembang luar biasa cepatnya, sehingga Santo Flavianus, Patriark Konstantinopel menyerukan kepada Leo akan dukungannya sebagai pembela dan pemimpin tertinggi Gereja. Leo menjawab seruan itu dalam sebuah suratnya kepada Flavianus. Di dalamnya ia menandaskan secara jelas bahwa Kristus sungguh Allah dan sungguh manusia, tetapi satu pribadi yaitu pribadi Yesus Kristus. Surat kepada Flavianus ini kemudian menjadi pokok keputusan Konsili Kalsedon.
Ketika Kaisar Teodosius II – pendukung kental para penganut Monofisitisme – mendengar pernyataan paus itu, ia segera memerintahkan Dioscurus, Patriark Aleksandria yang menganut Monofisitisme, untuk menyelenggarakan satu konsili di Efesus. Uskup-uskup yang berkumpul dalam konsili itu dijaga ketat oleh pasukan-pasukan kekaisaran. Santo Flavianus dipersalahkan dan mati karena pembelaannya terhadap ajaran iman yang benar sebagaimana ditekankan Paus Leo. Para utusan paus tidak punya hak bicara dan tidak diperkenankan memimpin rapat. Surat yang dikirim Paus Leo tidak dapat didengarkan dengan baik karena kegaduhan dan teriakan-teriakan. Akhirnya konsili liar itu mengesahkan ajaran sesat Monofisitisme. Paus Leo mengutuk konsili itu dan menamakannya sebagai Konsili para Penyamun.
Sebagai protes terhadap keputusan konsili liar itu, Paus Leo menyelenggarakan sebuah konsili lain di Kalsedon pada tahun 451. Tugas konsili ini ialah “menegaskan kodrat keallahan dan kemanusiaan dalam pribadi Yesus Kristus serta mengutuk Monofisitisme dan membendung pengaruhnya.” Sekitar 600 orang uskup yang berkumpul dalam konsili itu menerima ajaran dogmatik Leo yang tertulis dalam suratnya kepada Santo Flavianus. Dalam tulisan-tulisannya yang bernada keras maupun manis, ia menyerang semua bidaah itu. Ia pantang menyerah, seperti seekor singa menerjang setiap mangsa yang ada di hadapannya.
Selain menghadapi aliran sesat itu, Leo menghadapi juga serangan terhadap kota Roma. Tercatat serangan Atilla, raja bangsa Hun pada tahun 452, dan serangan Genserik, raja bangsa Vandal yang suka berperang. Leo bersama sekelompok imam dan senator Roma menghadap Atilla dan berbicara dengannya. Ia berhasil meyakinkan Atilla agar segara menarik pasukan-pasukannya dan tidak menyerang kota Roma. Demikian pula terhadap Genserik, raja Vandal itu. Leo benar-benar menghadirkan kembali sosok Rasul Petrus yang membela Yesus dengan pedangnya. Ia berhasil menerjang bangsa-bangsa barbar yang mau menghancurkan kekristenan.
Dengan semua tindakannya, Leo menjadi salah seorang paus pembela ajaran iman yang benar dan pembela kota Roma dari serangan bangsa barbar. Ia, seorang gembala yang baik yang berani membela umatnya dari berbagai serangan. Ia menjadi teladan bagi para gembala: penuh semangat, berhati lapang tetapi tetap saleh, sehingga dapat bertindak secara fleksibel. Surat-surat dan kotbah-kotbahnya sangat bernilai karena buah pikirannya yang dalam. Selain dikenal sebagai penulis, orator, diplomat, negarawan dan teolog, Leo juga seorang administrator besar. Selama masa pontifikatnya, ia membangun dan memperbaiki banyak gereja. Masa kepemimpinannya menandai salah satu masa yang paling penting dalam sejarah Gereja Perdana.
Ia wafat pada 10 November 461 dan dimakamkan di ruang depan basilik Santo Petrus. Beliau adalah paus non-martir pertama dalam sejarah Gereja. Pada tahun 688, Paus Sergius I (687 – 701) memindahkan relikuinya ke bagian dalam basilik itu. Pada tahun 1607 para pekerja menggali kembali relikuinya dan memindahkannya ke dalam basilik Santo Petrus yang baru. Pada tahun 1754, Paus Benediktus XIV (1740 – 1758) menggelari Leo sebagai Pujangga Gereja.
Sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Posting Komentar